Rabu, 22 April 2009

Sej. Perkembangan Hadits

Sejarah Perkembangan Hadits dan cabang-cabangnya (1)


1. Sejarah perkembangan dan cabang-cabang ilmu hadits

Pada masa kenabian, ilmu hadits telah muncul lewat kegiatan nabi dan para sahabatnya. Mereka dalam kegiatan transformasi hadits melakukannya dengan teliti dan hati-hati dengan cara memperhatikan sanad dan matan, lebih-lebih ketika mereka mempunyai keragu-raguan tentang transformator. Fenomena tersebut dilanjutkan oleh tabi’in dan para pengikut tabi’in yang pada masa ini telah muncul apa yang diungkapkan oleh ibnu sirin yang tertera dalam muqaddimah shahih Muslim “mereka tidak menanyakan isnad, maka ketika timbul fitnah mereka berkata: sebutkan pada kami tokoh-tokoh kalian, bila mereka ahli sunah maka mereka mengambil haditsnya dan bila melihat ahli bid’ah maka mereka tidak mengambil hadits ahli bid’ah tersebut”.

Sebagaimana yang ditetapkan oleh disiplin ilmu hadits bawa hadits tidak akan diterima kecuali setelah sanad di ketahui, maka muncul beberapa ilmu :

=> ilmu al-jarh wa ta’dil; ilmu yang membahas tentah hal ihwal keadilan dan tidakadilnya para periwayat. Dari para sahabat yang banyak mengkaji ilmu ini adalah seperti Ibnu Abbas, w. 68 H, Ubadah bin Shamit, w. 34 H, dan dari tabi’in seperti al-Sya’bi w.104 H.

Akan tetapi mula-mula penulisan tentang karya ilmu ini ketika masuk abad ketiga hijriyah sebagaimana dilakukan oleh Yahya ibnu Muin, w 233 H. Ahmad bin Hambal w. 241 H, al-Bukhari w. 256 H, Muslim w. 261 H, Abu Dawud w. 275 H, al-Nasa’i w. 303 H.

=> ilmu Ma’rifat al-shahabah; yaitu ilmu yang bisa mengetahui hadits mutashil dan mursal seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ahmad bin Abdullah bin Abdur Rahim bin Said Ibnu al-Barqi, w. 270 H, Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Isa al-marwazi al-Syafi’i, w. 293 H.

=> ilmu sejarah periwayat, yaitu ilmu untuk mengetahui sejarah para periwayat hadits dan hal ihwalny. Demikian seperti kitab al-Tarikh al-Kabir karya al-Bukhari.

=> Ilmu Ma’rifat al-Asma’ wa al-Kuna wa al-Alqab; yaitu yang untuk mengetahui nama, kuniah, dan laqab para periwayat seperti yang dilakukan oleh Imam Muslim, al-Nasa’i, dan Ahmad bin Hambal.

=> ilmu muhtalaf al-hadits; yaitu penyelarasan antara hadits yang dhahirnya bertentangan. Orang pertama yang berbicara tentang ilmu ini adalah Imam As-Syafi’i.

=> ilmu ma’rifat gharib al-hadits; ilmu yang menjelaskan makna-makna sebagian kalimat yang tidak jelas yang dilakukan oleh Abu Ubaidah Muammar bin al-Mutsanna al-Tamimi, w. 210 H dan Abu Ubaid al-Qosim Ibnu salam, w. 224 H.

=> ilmu ma’rifat ilal al-hadits; illat adalah ibarat tentang sebab yang tidak jelas dan merusak keabsahan hadits. Kadangkala illat ini dimaksudkan dengan makna yang tidak sesuai dengan terminologinya seperti masalah dusta periwayat, kelalaian dan hafalan yang tidak baik dari periwayat. Ahli hadits yang mengkaji masalah ini diantaranya Imam bin Hambal, al-Bukhari, Muslim dan al-Tarmidzi.

=> al-Masyikhat; yaitu mencakup para syaikh yang ditemui oleh pengarang kitab yang mana beliau telah mengambil dari mereka dan memberi ijazah kepadanya meski dia tidak bertemu mereka, sebagaimana karya Abi Yusuf Ya’kub bin Sufyan Ibnu Hibban, w.277 H.

=> al-Thabaqat; ilmu yang mencakup tentang para syaikh, hal-ihwalnya dan periwatannya dari masa ke masa hingga masa pengarang kitab seperti “Thabaqat al-Ruwat” karya Abu Amr Khalifah bin Khayyath, w. 230 H.

Pada dasarnya ilmu hadits itu mencakup berbagai macam cabang ilmu yang mencapai seratus macam dan tiap satu macam mempunyai disiplin ilmu yang independen. Oleh karena itu, apabila seorang pengkaji menghabiskan usianya niscaya tidak akan menggapai akhirnya.

Kitab-kitab tersebut pada umumnya dibuat pada abad ketiga hijriyah, yaitu masa atau zaman keemasan hadits wa ulumuhu yang kdmudian ketika sampai pada abad keempat hijriyah telah mencapai kedewasaan dan menjadi ilmu yang independen dengan sebutan ilmu al-hadits dirayatan, ulum al-hadits, ushul al-hadits atau musthalah al-hadits. Orang pertama yang menulis ilmu ini adalah al-Qodli al-Hasan bin Abdur Rohman bin Khallad al-Ramaharmuzi dalam kitabnya al-Muhaddits al-Fashil baina al-Rawi wa al-Wa’i

Kajian para ahli hadits dan metodologinya telah mencapai puncak pemikiran. Sejarah telah mencatat hal tersebut sebagai prinsip keilmuan dalam periwayatan dan pemberitaan. Seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain seperti tafsir, fiqh dll, ilmu hadits telah mengkristal dan menjadi sebuah konsep yang kemudian menjadi dua ilmu mendasar yaitu ilmu hadits riwayatan dan ilmu hadits dirayatan.


2. Pengertian dan Kitab-kitab Hadits yang Terkenal.

a. Pengertian Ilmu al-Hadits Riwayatan.

* Ilmu al-Hadits Riwayatan yaitu ilmu yang mencakup transformasi segala apa yang disandarkan pada Nabi saw, baik berupa ungkapan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-ihwalnya.

* Obyek kajiannya meliputi segala ungkapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifatnya dari sisi tranformasi dan penetapannya secara pasti dan detail.

* Faidah dan manfaatny yaitu melestarikan sunnah Nabi saw dan menjaganya dari segala kesalahan dalam transformasi segala apa yang disandarkan pada Nabi saw.

* Kedudukannya termasuk ilmu yang paling agung dan mulia, dimana dengan ilmu ini kita bisa mengetahui segala ungkapan, perbuatan, ketetapan dan hal-ihwal Nabi saw.

* Orang pertama yang mengkodifikasi ilmu ini adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidah bin Abdullah bin Syihab al-Zuhri. Nama kuniahnya adalah Abu Bakar al-Faqih al-Hafidz yang merupakan orang yang disepakati akan kewibawaan dan ketelitiannya. Beliau terkenal dengan sebutan Ibnu Syihab al-Zuhri dan meninggal tahun 124/125 H. Kodifikasi secara resmi atas perintah Amir al-Mukminin Umar bin Abdul Azis.

* Tujuan ilmu ini yaitu selamat serta bahagia di dunia dan akherat yang mana hal ini menjadi nyata dengan cara mengetahui dan mengamalkan segala apa yang telah dibawa oleh Nabi saw.

* Hukum mengkaji ilmu hadits riwayatan adalah wajib kifa’i, artinya bila sebagian orang telah mempelajari ilmu tersebut dan cukup untuk menutup kebutuhan, maka gugurlah kewajiban bagi orang-orang lain. Adapun bila orang yang belajar ilmu ini untuk memenuhi kebutuhan tidak ada yang lain kecuali dirinya, maka mempelajari ilmu ini bagi orang tersebut adalah wajib ‘aini.

b. Pengertian Ilmu al-Hadits Diroyatan.

* Ilmu al-Hadits Dirayatan adalah ilmu dengan segala kaidah-kaidahnya untuk mengetahui keadaan sanad, matan, dari segi diterima maupun di tolaknya sebuah hadits.

Imam Ibnu Hajar mendefinisikan Ilmu ini dengan kaidah-kaidah yang bisa mengetahui keadaan Rawi dan Marwi (periwayat dan yang diriwayatkan).

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ilmu hadits dirayatan yaitu ibarat dari skumpulan kaidah-kaidah yang bisa mengetahui keadaan periwayat dari segi jahr wa ta’dil, keadaaan yang diriwayatkan baik hadits maupun atsar dari segi sampai atau terputusnya sanad, mengetahui kelemahan-kelemahan hadits dan segala apa yang ada kaitannya dengan ditolak maupun diterimanya sebuah hadits.

* Obyek ilmu ini yaitu sanad dan matan dari segi diterima maupun ditolak.

* Faedahnya adalah membedakan shahih dan dha’if dari sebuah hadits.

* Kedudukannya merupakan ilmu yang paling mulia dimana ilmu ini bisa digunakan untuk membedakan antara hadits yang diterima dan ditolak.

* Orang pertama yang mengkodifikasi ilmu ini adalah al-Qodli al-Hasan bin Abdur Rahman bin Khallad al-Ramaharmuzi dengan mengarang kitab al-Muhaddits al-Fashil baina al-Rawi wa al-wa’i.

1 komentar:

Muhajir bin Murlan, M.Ag mengatakan...

Hadits sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-Qur'an menjadi suatu kajian yang mesti dan perlu diketahui oleh kaum muslimin. karena tidak jarang didengar banyak orang yang mengangkat sebuah hadits dengan tidak mengklarifikasi status sebuah hadits.